GEOMETRI MOLEKUL
SENYAWA KOORDINASI DALAM TEORI MEDAN KRISTAL
I.
PENDAHULUAN
Teori medan kristal (Crystal FieldTheory)
dikemukakan oleh Hans Bethe, seorang
pakar fisika pada tahun 1929. Pada awal teori medan kristal, interaksi antara
ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenuhnya interaksi elektrostatik.
Modifikasi teori ini dilakukan pada tahun 1935 oleh J.H Van Vleck dengan
memasukkan interaksi kovalen. Teori ini pada akhirnya digabungkan dengan teori
orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih akurat dan menjelaskan
proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi (Wikipedia, 2010).
Meskipun munculnya teori medan kristal dapat dianggap
sezaman dengan munculnya teori ikatan valensi , namun teori medan kristal
kurang dikenal oleh pakar kimia koordinasi. Para pakar koordinasi tampaknya
pada waktu itu cukup puas dengan teori ikatan valensi untuk menjelaskan
struktur dan kemagnetan senyawa-senyawa koordinasi , sehingga selama 20 tahun,
setelah dikemukakan oleh Hans Bethe, teori medan kristal hanya digunakan dalam
bidang fisika zat padat. Sedangkan para
pakar kimia koordinasi baru menerapkan teori medan kristal pada tahun 1950,
yaitu setalah diketahuinya bahwa teori ikatan valensi tidak bisa digunakan
untuk menjelaskan perubahan kemagnetan karena perubahan temperatur atau suhu
dan warna senyawa koordinasi. Oleh karenanya pembahasan ini sangat penting
untuk diketahui oleh seorang yang mempelajari kimia.
II. RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana ikatan geometri molekul dalam
senyawa koordinasi menurut teori medan kristal?
B.
Bagaimana pembelahan medan kristal dalam
kompleks oktahedral, kompleks tetrahedral dan kompleks segiempat planar?
C.
Jelaskan sifat kemagnetan dan warna kompleks
berdasarkan teori medan kristal?
D.
Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
kekuatan medan kristal?
E.
Apa saja reaksi-reaksi senyawa koordianasi?
III. PEMBAHASAN
A.
Ikatan Geometri Molekul dalam Senyawa
Koordinasi Menurut Teori Medan Kristal
Teori medan kristal (Crystal FieldTheory) adalah sebuah model yang
menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam transisi yang semuanya
dikategorikan kompleks koordinasi[1].
Berikut adalah beberapa asumsi-asumsi teori medan kristal
yang dikemukakan oleh Bethe, yang dilandasi oleh 3 asumsi, yaitu:
a. Ligan-ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan
b. Interaksi antara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenuhnya sebagai interaksi
elektrostatik (ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3
dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari
dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
c. Tidak terjadi interksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan
orbital-orbital dari ligan.
Garam-garam logam transisi terhidrat merupakan
suatu kompleks dengan atom pusat ion-ion logam transisi yang memiliki
orbital-orbital d. Orbital d ada lima macam yaitu dxy, dxz,
dyz, dx2-y2 dan dz2 dengan
susunanya yaitu pada gambar 1.
gambar 1.
Pengaruh medan negatif dengan simetri bola
terhadap orbital-orbital d adalah seragam. Oleh karena itu meskipun 5
orbital d mengalami kenaikan tingkat energi, kenaikan tersebut adalah
sama besar sehingga 5 orbital d tetap dalam keadaan deganerat (memiliki
tingkat energi yang sama). Disamping itu kenaikan tingkat energi 5 orbital d
tersebut tidak mengubah simetri dari orbital.[2]
Apabila medan negatif berasal dari ligan-ligan
maka medan negatif dengan simetri bola tidak mungkin terbentuk karena terbatasnya jumlah ligan yang dapat berikatan
dengan ion logam. Akibatnya pengaruh medan negatif dari ligan-ligsn terhadap
orbital d dari ion logamcenderung tidak sama kuat meskipun semua orbital
d tersebut mengalami kenaikan tingkat energi. Simetri dari orbital 5
orbital d juga berkurang seiring berkurangnya degenerasi dari 5 orbital
tersebut. Mekipun demikian 5 orbital d tersebut cenderung berusaha untuk
berada pada tingkat simetri yang setinggi mungkin.
Senyawa kompleks, baik yang merupakan kompleks
netral maupun kompleks ionik, mempunyai struktur atau simetri tertentu.
Struktur yang banyak dijumpai adalah oktehedral, tetrahedral dan bujur sangkar.
B.
Pembelahan Medan Kristal Dalam Kompleks Oktahedral,
Tetrahedral dan Segiempat Planar
i.
kompleks oktahedral
Pada kompleks oktahedral atom pusat berikatan
dengan 6 atom donor. Kompleks oktahedral memiliki tingkat simetri tertinggi
apabila ligan-ligan yang terikat pada atom pusat merupakan ligan monodentat
monoatom yang sama. Seperti ligan Fˉ, Clˉ, Brˉ dan Iˉ. Pada pembentukan
kompleks oktahedral dianggap ada 6 ligan monodentat yang mendekati atom pusat
pada jarak tertentu saat ikatan-ikatan antar atom pusat dan liga-ligan terbentuk.
Obrital-orbital d mempunyai orientasi yang berbeda-beda. Tetapi jika
tidak ada gangguan eksternal, semua orbital ini akan mempunyai energi yang sama.
Ligan-ligan dengan medan negatif yang dimilikinya mengadakan interaksi dengan 5
orbital d dari atom pusat sehingga terjadi penurunan tingkat simetri
orbital-orbital tersebut. Tingkat simetri 5 orbital d dari ion logam
adalah paling tinggi apabila pada pembentukan ikatan-ikatan tersebut
ligan-ligan mendekati ion logam pada arah sumbu x, y dan z dari koordinat cartesian seperti
ditunjukkan pada gambar 2 berikut.
|
F. dyz
|
|
E. dxz
|
|
D. dxy
|
|
C. dz2
|
|
B. dx2-y2
|
Gambar 2. Kompleks oktahedral
Pada posisi ini tolakan antara ligan-ligan
adalah minimal. Interaksi antara orbital-orbital d dari ion logam dan
ligan-ligan menimbulkan medan oktahedral. Besarnya tolakan orbital-orbital d
dari ion logam dan ligan-ligan bergantung pada orientasi orbital d
yang terlibat. Pada medan oktahedral interaksi antar 6 ligan dengan
orbital-orbital dx2-y2 dan dz2
adalah sama kuat, demikian juga interaksi antara 6 ligan dengan
orbital-orbital dxy, dxz, dyz. Akibatnya, meskipun 2 kelompok orbital tersebut mengalami kenaikan tingkat energi, kenaikan
tingkat energi orbital-obital dx2-y2 dan dz2
lebih tinggi dibandingkan orbital dxy, dyz dan dxz, karena pada orbital dx2-y2
dan dz2 cuping-cupingnya mengarah ke ligan pada sumbu x,
y, dan z( gambar B dan C). Sebagai akibat dari interaksi logam-ligan ini,
ke-5 orbital d dalam kompleks oktahedral terbelah menjadi 2 set tingkat
energi tingkat yang lebih tinggi dengan
2 orbital yang disebut orbital eg (dx2-y2 dan dz2),
yang energinya sama dan tingkat yang lebih rendah dengan 3 orbital yang disebut
orbital t2g (dx, dyz, dan dxz) yang berenergi sama.. Diagram
pemisahan orbital d pada medan oktahedral adalah sebagai berikut.
(gambar 3.)
gambar 3. pemisahan
energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg dan t2g
Perbedaan tingkat energi antara 2 kelompok
tersebut dinyatakan dengan harga 10Dq atau ∆0. Setiap orbital pada
orbital t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,4D0, dan sebaliknya setiap orbital pada orbital eg
menaikkan energi kompleks sebesar 0,6D0. Besarnya harga Do terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu ligan.
Semakin kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat
energi yang disebabkan, sehingga harga D0 juga semakin
besar. Harga D0 dalam suatu kompleks dapat ditentukan
melalui pengukuran spektra UV-Vis dari kompleks. Kompleks akan menyerap energi
pada panjang gelombang yang sesuai untuk mempromosikan elektron dari tingkat
energi t2g ke tingkat eg. Panjang gelombang yang diserap
dapat ditentukan berdasarkan puncak serapan dari spektrum serapan UV-Vis.
Karena
setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar 0,4D0 dari tingkat energi hipotetis, setiap
elektron yang menempati orbital t2g akan meningkatkan kestabilan
kompleks dengan menurunkan energi kompleks sebesar 0,4D0. Besarnya penurunan energi ini disebut
sebagai Energi Stabilisasi Medan Kristal (CFSE, Crystal Field Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di
orbital eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan
energi kompleks sebesar 0,6D0.
Tabel berikut
menunjukkan besarnya CFSE[3]
untuk kompleks dengan konfigurasi d0 – d10.
|
Jumlah
elektron d
|
Konfigurasi
|
CFSE
|
|
|
t2g
|
eg
|
||
|
1
|
|
|
-0,4D0
|
|
2
|
|
|
-0,8D0
|
|
3
|
|
|
-1,2D0
|
|
4
(kompleks high spin)
|
|
|
-0,6D0
|
|
4
(kompleks low spin)
|
|
|
-1,6∆0
|
|
5
(kompleks high spin)
|
|
|
0
|
|
5
(kompleks low spin)
|
|
|
-2,0∆0
|
|
6
(kompleks high spin)
|
|
|
-0,4∆0
|
|
6
(kompleks low spin)
|
|
|
-2,4∆0
|
|
7
(kompleks high spin)
|
|
|
-0,8∆0
|
|
7
(kompleks low spin)
|
|
|
-1,8∆0
|
|
8
|
|
|
-1,2∆0
|
|
9
|
|
|
-0,6∆0
|
|
10
|
|
|
0
|
Besarnya
harga ∆0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan logam
pusat. Untuk ligan medan lemah (weak
field ligand), perbedaan selisih energi antara orbital t2g dan eg
yang terjadi dalam splitting sangat
kecil, dengan demikian elektron-elektron akan mengisi kelima orbital tanpa
berpasangan terlebih dahulu. Kompleks dengan ligan medan lemah semacam ini
disebut sebagai kompleks spin tinggi (high
spin complex).
Ligan
medan kuat (strong field ligand)
menyebabkan perbedaan energi yang besar antara orbital t2g dengan
orbital eg. Karena energi yang diperlukan untuk menempatkan elektron
ke orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi lebih besar
dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron, elektron akan
mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh sebelum mengisi
orbital eg.
ii.
Kompleks Tetrahedral
Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat
dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.
|
Ligan
|
|
Logam
pusat
|
Gambar 4. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus
Berdasarkan
gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y dan z. Hal tersebut berarti, orbital-orbital t2g (dxy, dxz,
dan dyz) berada di antara sumbu x, y dan z, sementara
orbital-orbital eg (dx2-y2
dan dz2) berada dalam posisi yang berimpit dengan sumbu
x, y dan z. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron, ligan berada lebih
dekat dengan orbital-orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat
berimpit dengan orbital-orbital tersebut. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron
terjadi pemecahan energi yang berkebalikan dengan pemecahan energi pada
kompleks oktahedron.
Pada
kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana orbital t2g
mengalami kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih berdekatan
dengan ligan) sementara orbital eg mengalami penurunan tingkat
energi[4].
Pemecahan tingkat energi dalam kompleks
tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar 5.
Gambar 5. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks
tetarahehral
Interaksi secara tidak langsung antara 4 ligan
dengan orbital-orbital d atom pusat menyebabkan medan tetrahedral
yang dihasilkan merupakan medan lemah. Apabila pada orbital d atom
pusat kompleks tetrahedral terdapat 3 atau lebih elektron, maka elektron ke-3 sampai
ke-5 ditempatkan pada orbital. Sisa elektron yang masih ada dipasangkan dengan
elektron-elektron yang terdapat pada orbital e dan orbital t2. Berikut
contohnya, [ FeCl4 ]2ˉ, atom pusatnya adalah Fe2+,
ion [FeCl4]2ˉ bersifat paramagnetik dengan kemagnetan
setara dengan 4 elektron yang tidak berpasangan. Contoh lainnya [CoCl4]2-,
dengan atom pusat Co2+ dan bersifat paramagnetik, dengan kemagnetan
setara dengan 3 elektron yang tidak berpasangan.
iii.
kompleks segiempat planar
Kompleks bujur sangkar atau segi empatplanar dapat
dianggap sebagai turunan dari kompleks oktahedral. Kompleks ini terjadi apabila
2 buah ligan yang posisinya berlawanan sepanjang sumbu z di jauhkan dari
atom pusat sampai jarak tak terhingga. Pembentukan kompleks bujur sangkar [ML4]
dari kompleks oktahedral di tunjukkan
pada gambar berikut. (gambar 6.)
Gambar 6. Pembentukan kompleks Bujur sangkar dari
kompleks oktahedral
Putusnya ikatan antara atom pusat (M) dengan 2
ligan L pada sumbu z menyebabkan hilangnya interaksi antara
elektron-elektron pada orbital-orbital d atom pusat dengan ligan-ligan
yang searah dengan sumbu z. Akibatnya semua orbital atom pusat yang
mengandung komponen z, yaitu orbital-orbital dxz , dyz
, dan dz2, tingkat energinya berkurang
atau mengalami penstabilan, relatif bila dibandingkan tingkat energi
orbital-orbital tersebut pada medan oktahedral. Sebaliknya, orbital-orbital
yang tidak memiliki komponen z, yaitu orbital dxy dan dx2-y2,
tingkat energinya akan bertambah atau mengalami pentidakstabilan[5].
Perubahan tingkat energi orbital-orbital d dari medan oktahedral ke medan bujur sangkar
ditunjukkan dari gambar 5.
Gambar 7. Kompleks segiempat planar
Pada umumnya kompleks bujur sangkar memiliki
medan kuat. Diagram energi orbital-orbital d untuk medan bujur sangkar
yang seringkali digunakan diberikan pada gambar 6.
gambar 8. Diagram
energi orbital-orbital d pada segiempat planar
Kompleks bujur sangkar banyak teramati dengan
atom pusat Ni2+ , Pd2+,
Pt2+, dan Cu2+ . Berikut diberikan beberapa contoh.
Contoh 1: [Ni(CN)4]2-
[Ni(CN)4]2- memiliki atom pusat Ni2+
dengan konfigurasi elektron Ni2+ = [Ar]3d8. [Ni(CN)4]2- berwarna
kuning, memiliki struktur bujur sangkar dan bersifat diamagnetik. Konfigurasi
elektron dari ion tersebut ditunjukkan pada gambar 7.23.
Pada pengisian elektron ke
orbital-orbital d , elektron kelima tidak ditempatkan pada orbital dx2-y2
karena harga 10Dq > P. Elektron kelima sampai kedelapan
dipasangkan dengan elektron-elektron yang telah menempati orbital-orbital dxz
, dyz , dz2 dan dxy.
Sifat diamagnetik dari kompleks tersebut ditunjukkan dengan berpasangnya semua
elektron pada orbital-orbital d atom pusat.
Contoh 2: [Cu(NH3)4]2+
[Cu(NH3)4]2+ memiliki
atom pusat Cu2+ dengan konfigurasi elektron Cu2+= [Ar]3d9.
[Cu(NH3)4]2+ berwarna biru, memiliki struktur
bujur sangkar dan bersifat paramagnetik. Konfigurasi elektron dari ion tersubut
ditunjukkan pada gambar 7.24. Sifat paramagnetik dari ion [Cu(NH3)4]2+
ditunjukkan dengan adanya sebuah elektron tidak berpasangan pada orbital dx2-y2
dari atom pusat.
C.
Sifat Kemagnetan dan Warna Teori Medan Kristal
i. Kemagnetan
Sebagian unsur transisi mempunyai elektron tidak
berpasangan pada orbital d-nya. Atom atau molekulnya yang demikian akan
bersifat magnet (paramagnetik), dan dapat ditarik oleh medan magnet[6].contohnya.
Fe (Ar) 3d6 4s2 , Nb (Kr) 4d4 5s1, Ir
(Xe 4f14)5d7 6s2, Mn (Ar) 3d5 4s2
. Sedangkan ion kompleks yang memiliki elektron berpasangan pada diagram
pemisahannya bersifat diamagnetik dan dapat ditolak oleh medan magnet. Gambar
9.menunjukkan distribusi elektron-elektron diantara orbital-orbital d yang
menghasilkan kompleks spin rendah dan spin tinggi. Susunan sebenarnya dari
elektron-elektron ini ditentukan berdasarkan besarnya kestabilan yang
didapatkan dengan mempunyai spin paralel maksimum versus innvestasi energi yang
diperlukan untuk mempromosikan elektron ke orbital d yang lebih tinggi.karena
F- adalah ligan medan lemah, 5 elektron memasuki 5 orbital d dengan spin
paralel sehingga terciptalah kompleks spin tinggi . (lihat gambar 9.)
Sebaliknya ion sianida ligan medan kuat sehingga secara langsung energi kelima
elektron memilih berada di orbital rendahdan karena itu terbentuklah kompleks
spin rendah. Kompleks spin tinggi lebih paramagnetik daripada kompleks spin
rendah.
Gambar 9. Diagram orbital untuk komplek oktahedral spin
tinggi dan spin rendah
ii. Warna
Cahaya putih , seperi cahaya matahari adalah
gabungan dari semua warna. Suatu zat tampak hitam bila ia menyerap semua cahaya
tampak yang menimpanya. Jika zat tidak menyerap cahaya tampak, warnanya akan
putih atau tidak berwarna. Suatu objek tampak hijau jika ia menyerap semua
cahaya tapi memantulkan komponen hijaunya. Suatu objek juga tampak hijau jika
ia memantulakn semua warna kecuali merah, yaitu komplementer dari hijau[7].
(gambar 10.)
|
Gambar 10. Roda warna berikutpanjang gelombangnya
|
Apa yang telah dikatakan tentang cahaya
terpantul juga berlaku pada cahaya tertransmisi (artinya, cahaya yang melewati
medium, contohnya: suatu larutan). Kita lihat ion curi terrhidrasi [Cu(H2O)6]2+,
yang menyerap cahaya diwilayah jingga dari spektrum , sehingga larutan CuSO4
tampak biru bagi kita. Bila energi foton sama dengan selissih antara keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi absorbsi terjadi ketika proton menumbuk atom
(atom ion senyawa), dan 1 elektron pindah ke tingkat yang lebih tinggi.
Pengetahuan ini memungkinkan kita menghitung perubahan energi yang terlibat
dalam transisi elektron. Energi sebuah foton, diberikan pada persamaan 1, yaitu
E= hv
Dimana h menyatakan konstanta planck (6,63 x 10-34
J s) dan v adalah frekuensi radiasi, yang besarnya 5,00 x 10 14/s
untuk panjang gelombang 600 nm. Disini
E = ∆, sehingga kita mendapatkan
∆ = hv
= (6,63 x 10-34
J s) (5,00 x 10 14/s)
= 3,32 x 10-19
J
Jika panjang
gelombang foton yang diserap oleh sebuah ion terletak daerah tampak, cahaya
yang tertranmisikan tampak sama (bagi kita) seperti cahaya datang (putih) dan
ion kelihatan tidak berwarna.
Cara terbaik
untuk mengukur pembelahan medan Kristal ialah dengan menggunakan spektroskopi
untuk menentukan panjang gelombang dimana cahaya diserap. Ion [Ti(H2O)6]3+
memberikan contoh yang baik sebab Ti3+ hanya empunyai satu electron
3d. ion [Ti(H2O)6]3+ menyerap cahaya didaerah
tampak dari spectrum. Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum ialah 498 nm.
Informasi ini memungkinkan kita menghitung pembelahan medan Kristal sebagai berikut :
∆ = hv
Selain itu
Dimana c adalah
kecepatan cahaya dan λ ialah panjang gelombang. Jadi,
= 3,99 x 10 -19
J
Ini adalah
energy yang diperlukan unuk
mengeksitasikan satu ion [Ti(H2O)6]3+ .
untuk menyatakan selisih energi ini dengan
satuan yang lebih mudah yakni kilo joule per mol,
kita tuliskan :
∆ = (3,99 x 10-19 J/ion)(6,02x 1023 ion/mol)
= 240.000 J/mol
= 240 KJ/mol
Dengan dibantu
data spektroskopi dari sejumlah kompleks, yang semuanya mempunyai ion logam
yang sama tetapi berbeda ligannya, kimiawan menghitung pembelahan Kristal untuk
setiap ligan dan menetapkan deret spektrokimia, yaitu daftar ligan yang
diurutkan dari ligan dengan kemampuan membelah tingkat energy orbital d kecil
ke besar[8].
I-
< Br- < Cl- < OH- < F-
< H2O < NH3 < en < CN- < CO
Ligan-ligan ini
tersusun dari nilai ∆ kecil ke besar. CO dan CN- dinamakan ligan
medan kuat karena keduanya menyebabkan pembelahan besar pada tingkat energy
orbital d. ion halida dan ion hidroksida adalah ligan medan lemah, sebab kemampuan
keduanya untuk membelah tingkat energy orbital d lebih rendah.
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Medan
Kristal
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan medan
kristal[9].
i. Muatan Atom Pusat
Bertambahnya muatan atom pusat akan
menyebabkan gaya tarik elektrostatis antara atom pusat dan ligan-ligan, menjadi
makin kuat, sehingga ligan-ligan dengan orbital d atom pusat semakin
kuat pula.
ii. Jumlah Ligan dan Geometri dari
Kompleks
Semakin banyak
jumlah ligan yang terikat pada atom pusat maka medan Kristal yang timbul makin
kuat dn harga 10Dq maka makin
besar. Untuk atom pusat
dan jenis ligan yang sama, kekuatan medan
Kristal kompleks oktahedral adalah lebih dari 2x lipat kekuatan medan Kristal kompleks
tetra hedral.
Dalam
hal ini ada 2 faktor yang mempengaruhi harga 10Dq pada kedua kompleks tersebut yaitu.
·
Interaksi
antara ligan-ligan dan orbital-orbital d atom
pusat pada kompleks oktahedral lebih kuat dibandingkan pada medan tetrahedral.
·
Bertambahnya
jumlah ligan akan memperbesar kekuatan interaksi dan pemisahan orbital-orbital d dari atom pusat.
iii. Jenis Ligan
Ligan-ligan
yang berbeda akan mereaksikan kekuatan medan Kristal yang berbeda pula. Sebagai
contoh adalah : kekuatan medan Kristal/ harga
10Dq untuk ion-ion komplek (CrCl₆)⁻3,
(Cr(NH₃)₆)⁺3
dan (Cr(Cn)₆)⁻3.
Hara 10Dq, ion-ion kompleks tersebut scara berturut-turut adalah163,259, dan
259 dan 314 kJ/mol. Hal ini disebabkan kekuatan ligan CNˉ>NH3>Clˉ.
Fajans dan tsuchida berhasil membuat urutan relative beberapa kekuatan
ligan, yaitu: I- < Br- < S2- < SCN-
< Cl- < NO3- < F- < urea ~ OH-
< ox2 ~ O2- < H2O < NCS-<
CH3CN < NH3 < en < phen< NO2- < CN-<
CO.
Urutan ligan-ligan berdasarkan
kekuatan tersebut di sebut deret sprektrokimia/ deret fajans-tuchida.
Pada deret diatas kekuatan ligan I- < Br-
< Cl-
< F- karena muatan negatif persatuan
volume dari ion
I⁻ < Br⁻ < Cl⁻ < F⁻ atau kekerasan ligan I⁻ < Br⁻ < Cl⁻ < F⁻. semakin keras suatu ligan berinteraksi elektrotatisnya dengan
orbital-orbital d atom semakin kuat, sehingga medan Kristal yang ditimbulkan
semakin kuat pula.
Pada ligan-ligan netral ada
kecenderungan bahwa bila atom-atom donor dalam berikatan dengan atom pusat
menggunakan orbital-orbital hibrida yang sama,
maka kemudahan atom donor dalam mendonorkan pasangan electron bebas
(PEB) dipengaruhi oleh keelektronegatifannya.
Semakin tinggi keelektronegatifan atom donor, semakin sulit (PBE) pada atom donor tersebut untuk didonorkan pada atom pusat.
iv. Jenis Ion Pusat
Dalam suatu golongan untuk ion-ion degan
muatan yang sama kekuatan medan yang ditimbulkan akibat interaksi antara ion
pusat dengan ligan-ligan yang sama bertambah dengan bertambahnya periode. Hal
ini disebabkan karea dalam suatu golongan, dari atas kebawah, terjadi kenaikan
muatan inti efektif dengan bertambahnya periode. Kenaikan ini disebabakan
karena efek saringan atau efek pemisan orbital 5d<4d d.="" i=""> Kenaikan muatan inti efektif menyebabakan
ligan-ligan tertarik lebih dekat ke ion pusat. 4d>Interaksi
antara ligan-ligan degan electron-elektron pad orbital d ion pusat semakin
kuat,pemishan orbital d semakin besar, medan kristal
yang dihasilkan makin kuat deikian pula demikian pula degan harga 10Dq.
E.
Reaksi-reaksi Senyawa Koordianasi
Ion kompleks menjalani reaksi pertukaran (atau subtisusi)
ligan dalam larutan.laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion
logam dan ligannya[10].
Dalam mengkaji reaksi pertukaran ligan, ada baiknya kita
membedakan antara kestabilan ion kompleks dan kecendrungaanya untuk bereaksi,
yang kita sebut kelabilan kinetik. Kestabilan dalam konteks ini. Adalah sifat
termodinamika yang diukur dari konstanta pembentukan spesi, Kf. Contohnya
kita katakan ion kompleks
tetrasianonikelat(II) stabil karena konstanta pembentukannya besar(Kf
≈1×1030)
Ni 2+ + 4CN-
[Ni(CN)4]2-
Dengan menggunakan ion sianida berlabel isotop radioaktif
karbon-14, kimiawan telah menunjukan bahwa [Ni(CN)4]2- mengalami
pertukaran ligan sangat cepat dalam larutan. Kesetimbangan ini tercapai begitu spesi
dicampurkan :
[Ni(CN)4]2- + 4*CN-
[Ni(*CN)4]2- +
4*CN-
Dimana tanda asterisk menyatakan atom 14C,
kompleks seperti ion tetrasianokelat(II) disebut kompleks stabil sebab kompleks
ini mengalami reaksi pertukaran ligan dengan cepat. Jadi spesi yang stabil
secara termodinamika (artinya, spesi yang konstanta pembentukannya besar) tidak
selalu tidak-reaktif.
Salah satu
kompleks yang secara termodinamik tak stabil dalam larutan asam ialah [Co(NH3)6]3+.
Konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini sekitar 1 x 1020.
[Co(NH3)6]3+
+ 6H+ + 6H2O
[Co(H2O)6]3+ + 6NH4+
Ketika
kesetimbangan tercapai, konsentrasi ion [Co(NH3)6]3+
sangat rendah. Namun, reaksi ini memerlukan beberapa hari supaya selesai
sebab ion [Co(NH3)6]3+ sangat inert. Ini
merupakan satu contoh dari kompleks inert, yaitu ion kompleks yang mengalami
reaksi pertukaran sangat lambat (dalam hitungan jam bahkan hari). Ini
menunjukan bahwa spesi yang tidak stabil secara termodinamika tidak selalu
berarti reaktif secara kimia. Laju reaksi ditentukan oleh energi aktivasi, yang
dalam kasus ini sangat tinggi.
F.
KELEMAHAN TEORI MEDAN KRISTAL
Teori medan Kristal dapat menjelaskan tentang
pembentukan senyawa kompleks, sifat magnetic dan perubahannya, karena pengaruh
temperature serta kestabilan di senyaw kompleks. Kelemahan teori ini adalah
danya interaksi antara atom pusat dan ligan-ligan sepenuhnya yang merupakan
nteraksi cmelektrostatis . berdasarkan
asumsi ini maka:
1. Medan yang ditimbulkan oleh medan negatif harusnya lebih kuat dibandingkan
medan yang ditimbulkan olehligan netral. Misalnya untuk ligan OH⁻ dan H₂O, seharusnya medan yang ditimbulkan oleh OH⁻ lebih kuat dibandingkanmedn yang dtimbulkan
oleh H₂O, karena ligan OH⁻ bermuatan negative sedngkan H₂O bermuatan neral.
2.
Ligan
memiliki momen dipollebih besar seharusnya dpat menimbulkanmedan yang lebih
kuat dibandingkan ligan yang momen dipolnya lebih kecil. Misalnya ligan NH₃
dengan µ= 4,90.10⁻10 cm dan ligan H₂O µ= 6,17. 10⁻30 cm , seharusnya medan yang di timbulkan H₂O
adalah lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan NH₃.
3.
Snyawa
kompleks dengan atom pusatemiliki bilangan oksidasi nol dn ligan neral seprti
seharusnya tidak mungkin terbentuk karena tidak terjadi interaksi elektrolisis
antara atom pusat dengan ligan-ligan.
Fakta-fakta
diatas menunjukan bahwa asumsi-asumsi yang mendasar medan Kristal tidak
sepeuhnya benar. Fakta ketiga menunjukan bahwadi samping interaksi
elektrostatis, ligan-ligan dengan atom pusat dapat mengadkan interaksi kovalen.
IV. KESIMPULAN
Teori medan kristal menjelaskan ikatan dalam kompleks
dari segi interaksi elektrostatik. Berdasarkan teori medan kristal, orbital d
terbelah menjadi dua orbital berenergi tinggi, dan orbital beregergi rendah
dalam kompleks oktahedral. Selisih energi antara kedua set orbital ini
dinamakan pembelahan medan kristal. Ligan medan kuat menyebabkan pembelahan
besar dan ligan medan lemah menyebabkan pembelahan kecil. Spin elektron
cenderung paralel untuk ligan medan lemah dan berpasangan untuk ligan medan
kuat. Dimana dibutuhkan investasi energi yang lebih besar untuk mempromosikan
elektron ke orbital d yang letaknya lebih tinggi. Pembelahan orbital dalam kompleks tetrahedral merupakan
kebalikan dari yang terjadi dalam kompleks oktahedral, dan pembelahan dalam
kompleks segiempat planar adalah yang paling rumit. Ion kompleks menjalani
reaksi pertukaran ligan dalam larutan, dimana reaksinya berupa reaksi
substitusi dan reaksi redoks.
V. PENUTUP
Demikian
makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi kita dan menambah wawasan. kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran
yang konstruktif senantiasa kami harapkan, untuk perbaikan makalah kami. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar
Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II. Jakarta: Erlangga
Syukri S. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB
Effendy.2007.Prespektif Baru Kimia Koordinasi, jilid I.Malang:Bayumedia
Publishing
http://nadyagusnitas.wordpress.com/2013/01/10/tulisan-45-kimia-tata-nama/
diakses, selasa 12 juni 2013 pukul 14 27 WIB
http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi/files/2012/10/AGUSKURNIAWAN_ / diakses, selasa 12 juni 2013 pukul 14 27
WIB
[2] Prof.
Effendy, Ph.D. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1 (Malang: Bayu Media
Publishing.2007)hal.133
[6] Syukri S.. Kimia Dasar 3. (Bandung: ITB.1999)
hal.96
[7]Raymond Chang. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi
ketiga Jilid II. ( Jakarta: Erlangga, 2005) hal .246
[8] Raymond Chang. Kimia Dasar Konsep-konsep
Inti, Edisi ketiga Jilid II. ( Jakarta: Erlangga, 2005) hal.247
[9] Effendy. Prespektif Baru Kimia Koordinasi, jilid I.(Malang:Bayumedia
Publishing 2007).hal .145-147
[10] Raymond Chang. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II.
( Jakarta: Erlangga, 2005) hal.250-251
Tidak ada komentar:
Posting Komentar