Sabtu, 14 September 2013

GEOMETRI MOLEKUL SENYAWA KOORDINASI DALAM TEORI MEDAN KRISTAL

GEOMETRI MOLEKUL SENYAWA KOORDINASI DALAM TEORI MEDAN KRISTAL

I.         PENDAHULUAN
Teori medan kristal (Crystal FieldTheory) dikemukakan  oleh Hans Bethe, seorang pakar fisika pada tahun 1929. Pada awal teori medan kristal, interaksi antara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenuhnya interaksi elektrostatik. Modifikasi teori ini dilakukan pada tahun 1935 oleh J.H Van Vleck dengan memasukkan interaksi kovalen. Teori ini pada akhirnya digabungkan dengan teori orbital molekul, membentuk teori medan ligan yang lebih akurat dan menjelaskan proses ikatan kimia pada senyawa kompleks logam transisi (Wikipedia, 2010).
Meskipun munculnya teori medan kristal dapat dianggap sezaman dengan munculnya teori ikatan valensi , namun teori medan kristal kurang dikenal oleh pakar kimia koordinasi. Para pakar koordinasi tampaknya pada waktu itu cukup puas dengan teori ikatan valensi untuk menjelaskan struktur dan kemagnetan senyawa-senyawa koordinasi , sehingga selama 20 tahun, setelah dikemukakan oleh Hans Bethe, teori medan kristal hanya digunakan dalam bidang fisika zat  padat. Sedangkan para pakar kimia koordinasi baru menerapkan teori medan kristal pada tahun 1950, yaitu setalah diketahuinya bahwa teori ikatan valensi tidak bisa digunakan untuk menjelaskan perubahan kemagnetan karena perubahan temperatur atau suhu dan warna senyawa koordinasi. Oleh karenanya pembahasan ini sangat penting untuk diketahui oleh seorang yang mempelajari kimia.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.           Bagaimana ikatan geometri molekul dalam senyawa koordinasi menurut teori medan kristal?
B.            Bagaimana pembelahan medan kristal dalam kompleks oktahedral, kompleks tetrahedral dan kompleks segiempat planar?
C.            Jelaskan sifat kemagnetan dan warna kompleks berdasarkan teori medan kristal?
D.           Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan medan kristal?
E.            Apa saja reaksi-reaksi senyawa koordianasi?
III.   PEMBAHASAN
A.           Ikatan Geometri Molekul dalam Senyawa Koordinasi Menurut Teori Medan Kristal
Teori medan kristal (Crystal FieldTheory) adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam transisi yang semuanya dikategorikan kompleks koordinasi[1].
 Berikut adalah  beberapa asumsi-asumsi teori medan kristal yang dikemukakan oleh Bethe, yang dilandasi oleh 3 asumsi, yaitu:
a.       Ligan-ligan diperlakukan sebagai titik-titik bermuatan
b.      Interaksi antara ion logam dengan ligan-ligan dianggap sepenuhnya sebagai interaksi elektrostatik (ionik). Apabila ligan yang ada merupakan ligan netral seperti NH3 dan H2O, maka dalam interaksi tersebut ujung negatif dari dipol dalam molekul-molekul netral diarahkan terhadap ion logam.
c.       Tidak terjadi interksi antara orbital-orbital dari ion logam dengan orbital-orbital dari ligan.
Garam-garam logam transisi terhidrat merupakan suatu kompleks dengan atom pusat ion-ion logam transisi yang memiliki orbital-orbital d. Orbital d ada lima macam yaitu dxy, dxz, dyz, dx2-y2 dan dz2 dengan susunanya yaitu pada gambar 1.

gambar 1.
Pengaruh medan negatif dengan simetri bola terhadap orbital-orbital d adalah seragam. Oleh karena itu meskipun 5 orbital d mengalami kenaikan tingkat energi, kenaikan tersebut adalah sama besar sehingga 5 orbital d tetap dalam keadaan deganerat (memiliki tingkat energi yang sama). Disamping itu kenaikan tingkat energi 5 orbital d tersebut tidak mengubah simetri dari orbital.[2]
Apabila medan negatif berasal dari ligan-ligan maka medan negatif dengan simetri bola tidak mungkin terbentuk karena  terbatasnya jumlah ligan yang dapat berikatan dengan ion logam. Akibatnya pengaruh medan negatif dari ligan-ligsn terhadap orbital d dari ion logamcenderung tidak sama kuat meskipun semua orbital d tersebut mengalami kenaikan tingkat energi. Simetri dari orbital 5 orbital d juga berkurang seiring berkurangnya degenerasi dari 5 orbital tersebut. Mekipun demikian 5 orbital d tersebut cenderung berusaha untuk berada pada tingkat simetri yang setinggi mungkin.
Senyawa kompleks, baik yang merupakan kompleks netral maupun kompleks ionik, mempunyai struktur atau simetri tertentu. Struktur yang banyak dijumpai adalah oktehedral, tetrahedral dan bujur sangkar.

B.            Pembelahan Medan Kristal Dalam Kompleks Oktahedral, Tetrahedral dan Segiempat  Planar
      i.          kompleks oktahedral
Pada kompleks oktahedral atom pusat berikatan dengan 6 atom donor. Kompleks oktahedral memiliki tingkat simetri tertinggi apabila ligan-ligan yang terikat pada atom pusat merupakan ligan monodentat monoatom yang sama. Seperti ligan Fˉ, Clˉ, Brˉ dan Iˉ. Pada pembentukan kompleks oktahedral dianggap ada 6 ligan monodentat yang mendekati atom pusat pada jarak tertentu saat ikatan-ikatan antar atom pusat dan liga-ligan terbentuk. Obrital-orbital d mempunyai orientasi yang berbeda-beda. Tetapi jika tidak ada gangguan eksternal, semua orbital ini akan mempunyai energi yang sama. Ligan-ligan dengan medan negatif yang dimilikinya mengadakan interaksi dengan 5 orbital d dari atom pusat sehingga terjadi penurunan tingkat simetri orbital-orbital tersebut. Tingkat simetri 5 orbital d dari ion logam adalah paling tinggi apabila pada pembentukan ikatan-ikatan tersebut ligan-ligan mendekati ion logam pada arah sumbu x, y dan z  dari koordinat cartesian seperti ditunjukkan pada gambar 2 berikut.
F. dyz
E. dxz
D. dxy
C. dz2
B. dx2-y2
Gambar 2. Kompleks oktahedral
Pada posisi ini tolakan antara ligan-ligan adalah minimal. Interaksi antara orbital-orbital d dari ion logam dan ligan-ligan menimbulkan medan oktahedral. Besarnya tolakan orbital-orbital d dari ion logam dan ligan-ligan bergantung pada orientasi orbital d yang terlibat. Pada medan oktahedral interaksi antar 6 ligan dengan orbital-orbital dx2-y2 dan dz2 adalah sama kuat, demikian juga interaksi antara 6 ligan dengan orbital-orbital dxy, dxz, dyz. Akibatnya, meskipun 2 kelompok orbital tersebut  mengalami kenaikan tingkat energi, kenaikan tingkat energi orbital-obital dx2-y2 dan dz2 lebih tinggi dibandingkan orbital dxy, dyz dan dxz,  karena pada orbital dx2-y2 dan dz2 cuping-cupingnya mengarah ke ligan pada sumbu x, y, dan z( gambar B dan C). Sebagai akibat dari interaksi logam-ligan ini, ke-5 orbital d dalam kompleks oktahedral terbelah menjadi 2 set tingkat energi  tingkat yang lebih tinggi dengan 2 orbital yang disebut orbital eg (dx2-y2 dan dz2), yang energinya sama dan tingkat yang lebih rendah dengan 3 orbital yang disebut orbital t2g (dx, dyz, dan dxz) yang berenergi sama.. Diagram pemisahan orbital d pada medan oktahedral adalah sebagai berikut. (gambar 3.)

gambar 3. pemisahan energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg dan t2g
Perbedaan tingkat energi antara 2 kelompok tersebut dinyatakan dengan harga 10Dq atau ∆0. Setiap orbital pada orbital t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,4D0, dan sebaliknya setiap orbital pada orbital eg menaikkan energi kompleks sebesar 0,6D0. Besarnya harga Do terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu ligan. Semakin kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat energi yang disebabkan, sehingga harga D0 juga semakin besar. Harga D0 dalam suatu kompleks dapat ditentukan melalui pengukuran spektra UV-Vis dari kompleks. Kompleks akan menyerap energi pada panjang gelombang yang sesuai untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi t2g ke tingkat eg. Panjang gelombang yang diserap dapat ditentukan berdasarkan puncak serapan dari spektrum serapan UV-Vis.
   Karena setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar 0,4D0 dari tingkat energi hipotetis, setiap elektron yang menempati orbital t2g akan meningkatkan kestabilan kompleks dengan menurunkan energi kompleks sebesar 0,4D0. Besarnya penurunan energi ini disebut sebagai Energi Stabilisasi Medan Kristal (CFSE, Crystal Field Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap elektron di orbital eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan energi kompleks sebesar 0,6D0.
Tabel berikut menunjukkan besarnya CFSE[3] untuk kompleks dengan konfigurasi d0 – d10.




Jumlah elektron d
Konfigurasi
CFSE
t2g
eg
1
-0,4D0
2
-0,8D0
3
-1,2D0
4 (kompleks high spin)
-0,6D0
4 (kompleks low spin)
-1,6∆0
5 (kompleks high spin)
0
5 (kompleks low spin)
-2,0∆0
6 (kompleks high spin)
-0,4∆0
6 (kompleks low spin)
-2,4∆0
7 (kompleks high spin)
-0,8∆0
7 (kompleks low spin)
-1,8∆0
8
-1,2∆0
9
-0,6∆0
10
0

Besarnya harga ∆0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan logam pusat. Untuk ligan medan lemah (weak field ligand), perbedaan selisih energi antara orbital t2g dan eg yang terjadi dalam splitting sangat kecil, dengan demikian elektron-elektron akan mengisi kelima orbital tanpa berpasangan terlebih dahulu. Kompleks dengan ligan medan lemah semacam ini disebut sebagai kompleks spin tinggi (high spin complex).
Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan perbedaan energi yang besar antara orbital t2g dengan orbital eg. Karena energi yang diperlukan untuk menempatkan elektron ke orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan untuk memasangkan elektron, elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh sebelum mengisi orbital eg.
    ii.          Kompleks Tetrahedral
Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat dihubungkan sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.

Ligan
Logam pusat
 





Gambar 4. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus

Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y dan z. Hal tersebut berarti, orbital-orbital t2g (dxy, dxz, dan dyz) berada di antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-orbital eg (dx2-y2 dan dz2) berada dalam posisi yang berimpit dengan sumbu x, y dan z. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron, ligan berada lebih dekat dengan orbital-orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit dengan orbital-orbital tersebut. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron terjadi pemecahan energi yang berkebalikan dengan pemecahan energi pada kompleks oktahedron.
Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana orbital t2g mengalami kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih berdekatan dengan ligan) sementara orbital eg mengalami penurunan tingkat energi[4]. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar 5.
 
Gambar 5. Pemecahan tingkat energi dalam kompleks tetarahehral

Interaksi secara tidak langsung antara 4 ligan dengan orbital-orbital d atom pusat menyebabkan medan tetrahedral yang dihasilkan merupakan medan lemah. Apabila pada orbital d atom pusat kompleks tetrahedral terdapat 3 atau lebih elektron, maka elektron ke-3 sampai ke-5 ditempatkan pada orbital. Sisa elektron yang masih ada dipasangkan dengan elektron-elektron yang terdapat pada orbital e  dan orbital t2. Berikut contohnya, [ FeCl4 ], atom pusatnya adalah Fe2+, ion [FeCl4] bersifat paramagnetik dengan kemagnetan setara dengan 4 elektron yang tidak berpasangan. Contoh lainnya [CoCl4]2-, dengan atom pusat Co2+ dan bersifat paramagnetik, dengan kemagnetan setara dengan 3 elektron yang tidak berpasangan.

  iii.          kompleks segiempat planar
Kompleks bujur sangkar atau segi empatplanar dapat dianggap sebagai turunan dari kompleks oktahedral. Kompleks ini terjadi apabila 2 buah ligan yang posisinya berlawanan sepanjang sumbu z di jauhkan dari atom pusat sampai jarak tak terhingga. Pembentukan kompleks bujur sangkar [ML4]  dari kompleks oktahedral di tunjukkan pada gambar berikut. (gambar 6.)







Gambar 6. Pembentukan kompleks Bujur sangkar dari kompleks oktahedral

Putusnya ikatan antara atom pusat (M) dengan 2 ligan L pada sumbu z menyebabkan hilangnya interaksi antara elektron-elektron pada orbital-orbital d atom pusat dengan ligan-ligan yang searah dengan sumbu z. Akibatnya semua orbital atom pusat yang mengandung komponen z, yaitu orbital-orbital dxz , dyz , dan dz2, tingkat energinya berkurang atau mengalami penstabilan, relatif bila dibandingkan tingkat energi orbital-orbital tersebut pada medan oktahedral. Sebaliknya, orbital-orbital yang tidak memiliki komponen z, yaitu orbital dxy dan dx2-y2, tingkat energinya akan bertambah atau mengalami pentidakstabilan[5]. Perubahan tingkat energi orbital-orbital  d  dari medan oktahedral ke medan bujur sangkar ditunjukkan dari gambar 5.
Gambar 7. Kompleks segiempat planar
Pada umumnya kompleks bujur sangkar memiliki medan kuat. Diagram energi orbital-orbital d untuk medan bujur sangkar yang seringkali digunakan diberikan pada gambar  6.
gambar  8. Diagram energi orbital-orbital d pada segiempat planar

Kompleks bujur sangkar banyak teramati dengan atom pusat Ni2+  , Pd2+, Pt2+, dan Cu2+ . Berikut diberikan beberapa contoh.
Contoh 1: [Ni(CN)4]2-
[Ni(CN)4]2- memiliki atom pusat Ni2+ dengan konfigurasi elektron Ni2+ = [Ar]3d8.  [Ni(CN)4]2- berwarna kuning, memiliki struktur bujur sangkar dan bersifat diamagnetik. Konfigurasi elektron dari ion tersebut ditunjukkan pada gambar 7.23.
            Pada pengisian elektron ke orbital-orbital d , elektron kelima tidak ditempatkan pada orbital dx2-y2 karena harga 10Dq > P. Elektron kelima sampai kedelapan dipasangkan dengan elektron-elektron yang telah menempati orbital-orbital dxz , dyz ,  dz2 dan dxy. Sifat diamagnetik dari kompleks tersebut ditunjukkan dengan berpasangnya semua elektron pada orbital-orbital d atom pusat.
Contoh 2: [Cu(NH3)4]2+
[Cu(NH3)4]2+ memiliki atom pusat Cu2+ dengan konfigurasi elektron Cu2+= [Ar]3d9. [Cu(NH3)4]2+ berwarna biru, memiliki struktur bujur sangkar dan bersifat paramagnetik. Konfigurasi elektron dari ion tersubut ditunjukkan pada gambar 7.24. Sifat paramagnetik dari ion  [Cu(NH3)4]2+ ditunjukkan dengan adanya sebuah elektron tidak berpasangan pada orbital dx2-y2 dari atom pusat.

C.             Sifat Kemagnetan dan Warna Teori Medan Kristal

i.      Kemagnetan

Sebagian unsur transisi mempunyai elektron tidak berpasangan pada orbital d-nya. Atom atau molekulnya yang demikian akan bersifat magnet (paramagnetik), dan dapat ditarik oleh medan magnet[6].contohnya. Fe (Ar) 3d6 4s2 , Nb (Kr) 4d4 5s1, Ir (Xe 4f14)5d7 6s2, Mn (Ar) 3d5 4s2 . Sedangkan ion kompleks yang memiliki elektron berpasangan pada diagram pemisahannya bersifat diamagnetik dan dapat ditolak oleh medan magnet. Gambar 9.menunjukkan distribusi elektron-elektron diantara orbital-orbital d yang menghasilkan kompleks spin rendah dan spin tinggi. Susunan sebenarnya dari elektron-elektron ini ditentukan berdasarkan besarnya kestabilan yang didapatkan dengan mempunyai spin paralel maksimum versus innvestasi energi yang diperlukan untuk mempromosikan elektron ke orbital d yang lebih tinggi.karena F- adalah ligan medan lemah, 5 elektron memasuki 5 orbital d dengan spin paralel sehingga terciptalah kompleks spin tinggi . (lihat gambar 9.) Sebaliknya ion sianida ligan medan kuat sehingga secara langsung energi kelima elektron memilih berada di orbital rendahdan karena itu terbentuklah kompleks spin rendah. Kompleks spin tinggi lebih paramagnetik daripada kompleks spin rendah.


Gambar 9. Diagram orbital untuk komplek oktahedral spin tinggi dan spin rendah
ii.   Warna

Cahaya putih , seperi cahaya matahari adalah gabungan dari semua warna. Suatu zat tampak hitam bila ia menyerap semua cahaya tampak yang menimpanya. Jika zat tidak menyerap cahaya tampak, warnanya akan putih atau tidak berwarna. Suatu objek tampak hijau jika ia menyerap semua cahaya tapi memantulkan komponen hijaunya. Suatu objek juga tampak hijau jika ia memantulakn semua warna kecuali merah, yaitu komplementer dari hijau[7]. (gambar 10.)
Gambar 10. Roda warna berikutpanjang gelombangnya


Apa yang telah dikatakan tentang cahaya terpantul juga berlaku pada cahaya tertransmisi (artinya, cahaya yang melewati medium, contohnya: suatu larutan). Kita lihat ion curi terrhidrasi [Cu(H2O)6]2+, yang menyerap cahaya diwilayah jingga dari spektrum , sehingga larutan CuSO4 tampak biru bagi kita. Bila energi foton sama dengan selissih antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi absorbsi terjadi ketika proton menumbuk atom (atom ion senyawa), dan 1 elektron pindah ke tingkat yang lebih tinggi. Pengetahuan ini memungkinkan kita menghitung perubahan energi yang terlibat dalam transisi elektron. Energi sebuah foton, diberikan pada persamaan 1, yaitu
E= hv
Dimana h menyatakan konstanta planck (6,63 x 10-34 J s) dan v adalah frekuensi radiasi, yang besarnya 5,00 x 10 14/s untuk panjang gelombang 600 nm. Disini E = ∆, sehingga kita mendapatkan
 = hv
= (6,63 x 10-34 J s) (5,00 x 10 14/s)
= 3,32 x 10-19 J
Jika panjang gelombang foton yang diserap oleh sebuah ion terletak daerah tampak, cahaya yang tertranmisikan tampak sama (bagi kita) seperti cahaya datang (putih) dan ion kelihatan tidak berwarna.
Cara terbaik untuk mengukur pembelahan medan Kristal ialah dengan menggunakan spektroskopi untuk menentukan panjang gelombang dimana cahaya diserap. Ion [Ti(H2O)6]3+ memberikan contoh yang baik sebab Ti3+ hanya empunyai satu electron 3d. ion [Ti(H2O)6]3+ menyerap cahaya didaerah tampak dari spectrum. Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum ialah 498 nm. Informasi ini memungkinkan kita menghitung pembelahan medan  Kristal sebagai berikut :
∆ = hv
Selain itu           
Dimana c adalah kecepatan cahaya dan λ ialah panjang gelombang. Jadi,
 
= 3,99 x 10 -19 J
Ini adalah energy yang diperlukan unuk  mengeksitasikan satu ion [Ti(H2O)6]3+ . untuk menyatakan selisih energi ini dengan satuan yang lebih mudah yakni kilo joule per mol, kita tuliskan :
 = (3,99 x 10-19 J/ion)(6,02x 1023 ion/mol)
= 240.000 J/mol
= 240 KJ/mol
Dengan dibantu data spektroskopi dari sejumlah kompleks, yang semuanya mempunyai ion logam yang sama tetapi berbeda ligannya, kimiawan menghitung pembelahan Kristal untuk setiap ligan dan menetapkan deret spektrokimia, yaitu daftar ligan yang diurutkan dari ligan dengan kemampuan membelah tingkat energy orbital d kecil ke besar[8].
I- < Br- < Cl- < OH- < F- < H2O < NH3 < en < CN- < CO
Ligan-ligan ini tersusun dari nilai ∆ kecil ke besar. CO dan CN- dinamakan ligan medan kuat karena keduanya menyebabkan pembelahan besar pada tingkat energy orbital d. ion halida dan ion hidroksida adalah ligan medan lemah, sebab kemampuan keduanya untuk membelah tingkat energy orbital d lebih rendah.
D.           Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Medan Kristal
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kekuatan medan kristal[9].
i.      Muatan Atom Pusat
Bertambahnya muatan atom pusat akan menyebabkan gaya tarik elektrostatis antara atom pusat dan ligan-ligan, menjadi makin kuat, sehingga ligan-ligan dengan orbital d atom pusat semakin kuat pula.
ii.    Jumlah Ligan dan Geometri  dari Kompleks
Semakin banyak jumlah ligan yang terikat pada atom pusat maka medan Kristal yang timbul makin kuat dn harga 10Dq maka makin besar.  Untuk atom pusat dan jenis ligan yang sama, kekuatan medan Kristal kompleks oktahedral adalah lebih dari 2x lipat kekuatan medan Kristal kompleks tetra hedral.
Dalam hal ini ada 2 faktor yang mempengaruhi harga 10Dq  pada kedua kompleks tersebut yaitu.
·        Interaksi antara ligan-ligan dan orbital-orbital d atom pusat pada kompleks oktahedral lebih kuat dibandingkan pada medan tetrahedral.
·        Bertambahnya jumlah ligan akan memperbesar kekuatan interaksi dan pemisahan orbital-orbital d dari atom pusat.
iii.  Jenis Ligan
Ligan-ligan yang berbeda akan mereaksikan kekuatan medan Kristal yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah : kekuatan  medan Kristal/ harga 10Dq untuk ion-ion komplek (CrCl)3, (Cr(NH))3 dan (Cr(Cn))3. Hara 10Dq, ion-ion kompleks tersebut scara berturut-turut adalah163,259, dan 259 dan 314 kJ/mol. Hal ini disebabkan kekuatan ligan CNˉ>NH3>Clˉ.
Fajans dan tsuchida berhasil membuat urutan relative beberapa kekuatan ligan, yaitu: I- < Br- < S2- < SCN- < Cl- < NO3- < F- < urea ~ OH- < ox2 ~ O2- < H2O < NCS-< CH3CN < NH3 < en < phen<  NO2- < CN-< CO.
Urutan ligan-ligan berdasarkan kekuatan tersebut di sebut deret sprektrokimia/ deret  fajans-tuchida.
Pada deret diatas kekuatan ligan I- < Br- < Cl- < F- karena muatan negatif persatuan volume dari ion I < Br < Cl < F atau kekerasan ligan I < Br < Cl < F. semakin keras suatu ligan berinteraksi elektrotatisnya dengan orbital-orbital d atom semakin kuat, sehingga medan Kristal yang ditimbulkan semakin kuat pula.
 Pada ligan-ligan netral ada kecenderungan bahwa bila atom-atom donor dalam berikatan dengan atom pusat menggunakan orbital-orbital hibrida yang sama,  maka kemudahan atom donor dalam mendonorkan pasangan electron bebas (PEB) dipengaruhi oleh keelektronegatifannya.  Semakin tinggi keelektronegatifan atom donor, semakin sulit (PBE) pada atom donor tersebut untuk didonorkan pada atom pusat.
iv.   Jenis Ion Pusat
Dalam suatu golongan untuk ion-ion degan muatan yang sama kekuatan medan yang ditimbulkan akibat interaksi antara ion pusat dengan ligan-ligan yang sama bertambah dengan bertambahnya periode. Hal ini disebabkan karea dalam suatu golongan, dari atas kebawah, terjadi kenaikan muatan inti efektif dengan bertambahnya periode. Kenaikan ini disebabakan karena efek saringan atau efek pemisan orbital 5d<4d d.="" i=""> Kenaikan muatan inti efektif menyebabakan ligan-ligan tertarik lebih dekat ke ion pusat. Interaksi antara ligan-ligan degan electron-elektron pad orbital d ion pusat semakin kuat,pemishan orbital d semakin besar, medan kristal yang dihasilkan makin kuat deikian pula demikian pula degan harga 10Dq.
E.            Reaksi-reaksi Senyawa Koordianasi
Ion kompleks menjalani reaksi pertukaran (atau subtisusi) ligan dalam larutan.laju reaksi ini sangat beragam, tergantung pada jenis ion logam dan ligannya[10].
Dalam mengkaji reaksi pertukaran ligan, ada baiknya kita membedakan antara kestabilan ion kompleks dan kecendrungaanya untuk bereaksi, yang kita sebut kelabilan kinetik. Kestabilan dalam konteks ini. Adalah sifat termodinamika yang diukur dari konstanta pembentukan spesi, Kf. Contohnya kita  katakan ion kompleks tetrasianonikelat(II) stabil karena konstanta pembentukannya besar(Kf ≈1×1030)
Ni 2+ + 4CN-  [Ni(CN)4]2-
Dengan menggunakan ion sianida berlabel isotop radioaktif karbon-14, kimiawan telah menunjukan bahwa [Ni(CN)4]2- mengalami pertukaran ligan sangat cepat dalam larutan. Kesetimbangan ini tercapai begitu spesi dicampurkan :
[Ni(CN)4]2- + 4*CN-  [Ni(*CN)4]2- + 4*CN-
Dimana tanda asterisk menyatakan atom 14C, kompleks seperti ion tetrasianokelat(II) disebut kompleks stabil sebab kompleks ini mengalami reaksi pertukaran ligan dengan cepat. Jadi spesi yang stabil secara termodinamika (artinya, spesi yang konstanta pembentukannya besar) tidak selalu tidak-reaktif.
Salah satu kompleks yang secara termodinamik tak stabil dalam larutan asam ialah [Co(NH3)6]3+. Konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini sekitar 1 x 1020.
[Co(NH3)6]3+ + 6H+ + 6H2O [Co(H2O)6]3+ + 6NH4+
Ketika kesetimbangan tercapai, konsentrasi ion [Co(NH3)6]3+ sangat rendah. Namun, reaksi ini memerlukan beberapa hari supaya selesai sebab ion [Co(NH3)6]3+ sangat inert. Ini merupakan satu contoh dari kompleks inert, yaitu ion kompleks yang mengalami reaksi pertukaran sangat lambat (dalam hitungan jam bahkan hari). Ini menunjukan bahwa spesi yang tidak stabil secara termodinamika tidak selalu berarti reaktif secara kimia. Laju reaksi ditentukan oleh energi aktivasi, yang dalam kasus ini sangat tinggi.
F.             KELEMAHAN TEORI MEDAN KRISTAL
Teori medan Kristal dapat menjelaskan tentang pembentukan senyawa kompleks, sifat magnetic dan perubahannya, karena pengaruh temperature serta kestabilan di senyaw kompleks. Kelemahan teori ini adalah danya interaksi antara atom pusat dan ligan-ligan sepenuhnya yang merupakan nteraksi  cmelektrostatis . berdasarkan asumsi ini maka:
1.      Medan yang ditimbulkan oleh medan negatif harusnya lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan olehligan netral. Misalnya untuk ligan OH dan HO, seharusnya medan yang ditimbulkan oleh OH lebih kuat dibandingkanmedn yang dtimbulkan oleh HO, karena ligan OH bermuatan negative sedngkan HO bermuatan neral.
2.      Ligan memiliki momen dipollebih besar seharusnya dpat menimbulkanmedan yang lebih kuat dibandingkan ligan yang momen dipolnya lebih kecil. Misalnya ligan NH dengan µ= 4,90.1010 cm dan ligan HO µ= 6,17. 1030 cm , seharusnya medan yang di timbulkan HO adalah lebih kuat dibandingkan medan yang ditimbulkan NH.
3.      Snyawa kompleks dengan atom pusatemiliki bilangan oksidasi nol dn ligan neral seprti seharusnya tidak mungkin terbentuk karena tidak terjadi interaksi elektrolisis antara atom pusat dengan ligan-ligan.
Fakta-fakta diatas menunjukan bahwa asumsi-asumsi yang mendasar medan Kristal tidak sepeuhnya benar. Fakta ketiga menunjukan bahwadi samping interaksi elektrostatis, ligan-ligan dengan atom pusat dapat mengadkan interaksi kovalen.












IV.   KESIMPULAN

Teori medan kristal menjelaskan ikatan dalam kompleks dari segi interaksi elektrostatik. Berdasarkan teori medan kristal, orbital d terbelah menjadi dua orbital berenergi tinggi, dan orbital beregergi rendah dalam kompleks oktahedral. Selisih energi antara kedua set orbital ini dinamakan pembelahan medan kristal. Ligan medan kuat menyebabkan pembelahan besar dan ligan medan lemah menyebabkan pembelahan kecil. Spin elektron cenderung paralel untuk ligan medan lemah dan berpasangan untuk ligan medan kuat. Dimana dibutuhkan investasi energi yang lebih besar untuk mempromosikan elektron ke orbital d yang letaknya lebih tinggi. Pembelahan orbital  dalam kompleks tetrahedral merupakan kebalikan dari yang terjadi dalam kompleks oktahedral, dan pembelahan dalam kompleks segiempat planar adalah yang paling rumit. Ion kompleks menjalani reaksi pertukaran ligan dalam larutan, dimana reaksinya berupa reaksi substitusi dan reaksi redoks.


V.      PENUTUP

Demikian makalah yang kami buat, semoga bermanfaat bagi kita dan menambah wawasan. kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang konstruktif senantiasa kami harapkan, untuk perbaikan makalah kami. Atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.





















VI.   DAFTAR PUSTAKA


Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II. Jakarta: Erlangga
Syukri S. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB
Effendy.2007.Prespektif Baru Kimia Koordinasi, jilid I.Malang:Bayumedia Publishing
http://tekim.undip.ac.id/staf/istadi/files/2012/10/AGUSKURNIAWAN_ / diakses, selasa 12 juni 2013 pukul 14 27 WIB




[2]  Prof. Effendy, Ph.D. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1 (Malang: Bayu Media Publishing.2007)hal.133
[5] Effendy. Prespektif Baru Kimia Koordinasi, jilid I.(Malang:Bayumedia Publishing 2007).hal .140.

[6] Syukri S.. Kimia Dasar 3. (Bandung: ITB.1999) hal.96

[7]Raymond Chang.  Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II. ( Jakarta: Erlangga, 2005) hal .246

[8] Raymond Chang. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II. ( Jakarta: Erlangga, 2005) hal.247
[9] Effendy. Prespektif Baru Kimia Koordinasi, jilid I.(Malang:Bayumedia Publishing 2007).hal .145-147
[10]  Raymond Chang. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti, Edisi ketiga Jilid II. ( Jakarta: Erlangga, 2005) hal.250-251

Tidak ada komentar:

Posting Komentar